Selasa, 17 Januari 2012

Islam Kaffah

Bismillahirrahmanirrahim
wa bihi nasta'in 'ala umurid dunya wad din

Dilihat dari asbabun nuzul ayat "udkhuluu fis silmi kaaffaah", Islam kaffah itu sebenarnya berkenaan dengan aqidah. Jangan menyembah Allah dengan setengah-setengah; kita dituntut untuk bertauhid dengan penuh totalitas. BerIslam secara kaffah itu artinya tidak sinkretisme: mencampurbaurkan berbagai ajaran agama.

Di luar persoalan aqidah, Islam kaffah itu masuk pada wilayah penafsiran. Contohnya, bagi mereka yang berpandangan bahwa Islam itu mewajibkan bentuk dan sistem ketatanegaraan tertentu, maka ber-Islam secara kaffah artinya mendukung dan berjuang untuk menegakkan sistem dan bentuk ketatanegaraan tsb.

Sebaliknya, bagi mereka yang bepandangan bahwa Islam tidak mewajibkan secara syar'i akan bentuk dan sistem ketatanegaraan tertentu, maka mereka tidak merasa berkurang ke-kaffah-an mereka dalam ber-Islam hanya karena tidak mendukung sistem dan bentuk ketatanegaraan tertentu.

Mereka berpandangan --sesuai dengan pemahaman mereka terhadap nash-- bahwa Islam hanya memberikan petunjuk akan prinsip-prinsip tertentu yang dapat digunakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bentuk dan sistem ketatanegaraan yang dipilih ummat tidaklah menjadi soal selama prinsip-prinsip tersebut terpenuhi.

Contoh lain, mereka yang berpandangan ber-Islam secara kaffah itu harus total mengikuti contoh yang diberikan Nabi termasuk dalam bersiwak. Mereka membersihkan mulut dan gigi mereka dengan menggunakan siwak. Inilah salah stau bentuk ke-kaffah-an mereka dalam berIslam. Sementara itu ada ummat Islam yang menganggap bahwa yang Nabi perintahkan itu sebenarnya menjaga dan membersihkan mulut dan gigi kita. Apakah cara membersihkannya dengan siwak atau dengan sikat gigi dan pasta gigi tertentu itu tidak menjadi masalah. kalau ada yang mau pakai siwak, silahkan saja. Mereka yang menjaga kebersihan mulutnya dengan sikat gigi, pasta gigi, obat kumur-kumur, rutin ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali tidak akan merasa berkurang ke-kaffah-an mereka dalam berIslam, hanya karena tidak bersiwak.

Nabi memerintahkan agar membayar upah buruh sebelum keringat buruh mengering. Ada yang berpandangan bahwa ber-Islam secara kaffah itu harus memperhatikan betul perintah Nabi ini. Ia selalu siap membayar upah buruh di saat buruh baru saja selesai bekerja. Ada yang punya pandangan lain lagi. Menurut mereka perintah Nabi itu tidak sekedar bicara soal "waktu" pembayaran upah buruh, apalagi sekedar bicara soal keringat buruh. Nabi sebenarnya sedang melarang kita bertindak zalim dengan menahan upah buruh secara sewenang-wenang tanpa ada kejelasan pembayarannya.

Itulah yang terjadi di masa silam. Nah, dalam konteks sekarang, yang disebut berIslam secara kaffah itu boleh jadi kita harus membuat sistem penggajian secara profesional, baik untuk mereka yang bekerja mengeluarkan keringat maupun mereka yang bekerja tanpa mengeluarkan keringat; baik pekerja itu dibayar di awal bulan, di akhir bulan atau minggu sekali, yang penting ada sistem yang menjamin keadilan dan kesejahteraan buruh. Sabda Nabi di atas juga belum bicara soal upah minimum. Buat sebagian ummat, membuat sistem penggajian yang modern dan professional tentu tidak bisa dianggap sebagai berlebih-lebihan dalam berIslam, malahan ini sebuah pengayaan makna terhadap perintah Nabi sesuai konteks zamannya. Ini bukan kebablasan dalam berIslam.

Kitab Hadis di bawah ini menunjukkan Rasul mendera peminum khamr 40 kali:
Shahih Bukhari, Hadis Nomor [HN} :275
Sunan Tirmidzi, HN: 1363
Musnad Ahmad, HN: 11696, 12341, 13375

Namun dalam Shahih Muslim (HN: 3318 dan 3319) Khalifah Umar telah mendera 80 kali, padahal Rasul mendera 40 kali. Periksa juga Bidayatul Mujtahid (2:364) dan al-Mizan al-Kubra (2:171) yang menunjukkan bagaimana sunnah Nabi dan sunnah Umar membuat para ulama berbeda dalam menetapkan cambuk 40 atau 80 kali. Abu Hanifah dan Malik berpendapat 80 kali, sedangkan Syafi'i dan Ahmad berpendapat 40 kali.

Buat mereka yang berpandangan Islam kaffah itu tidak boleh kurang-tidak boleh lebih dari apa yang dipraktekkan Nabi, tindakan Khalifah Umar boleh jadi dianggap bukan lagi kaffah, tapi sudah "kebablasan". Umar r.a boleh jadi dianggap telah menambah-nambah hukum Allah.

Buat para "supporter" Umar r.a, tindakan beliau itu masih dalam koridor Islam kaffah. Yang dilakukan beliau adalah "pengayaan makna" dari apa yang telah dilakukan Nabi. Alih-alih menyalahi ketentuan Nabi, apa yang dilakukan Khalifah Umar justru dianggap sesuai dengan ruh dan jiwa dari pensyariatan had bagi peminum khamr. Kondisi dan situasi para peminum khamr di jaman Nabi berbeda dengan di jaman Umar, selaku Khalifah, Umar telah melakukan apa yang dikategorikan oleh Abdul Wahhab Khallaf sebagai "Wewenang waliy al-amri dalam mengerjakan sesuatu atas dasar maslahah yang tidak bertentangan dengan dasar-dasar agama meskipun tidak terdapat dalil khusus" [Khallaf, al-Siayasah al-Syar'iyyah, h. 3]

Dari contoh-contoh di atas, di luar masalah aqidah, Islam kaffah itu melibatkan penafsiran. Semua penafsiran itu sebenarnya dalam rangka ber-Islam secara kaffah juga, hanya mereka berbeda dalam memahami "wasa'il" dan "maqashid" dari Nash. Wa Allahu A'lam bi al-Shawab.

Sumber: Dr. Nadirsyah Hosen

di kutip dari : http://www.penerbitzaman.com/code.php?index=Wawasan&aksi=goto&ID=14

Minggu, 15 Januari 2012

10 Jalan Sukses Menghidupkan Prinsip Man Jadda Wajada











Judul Buku : 10 Jalan Sukses Menghidupkan Prinsip Man Jadda Wajada

Pengarang : Akbar Zainudin

Penerbit : mizania

Cetakan Pertama : November, 2011


“Kalau anda sedang merasa kehilangan arah dan tidak punya tujuan, buku ini akan membantu Anda.”
---Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Syarif Hidayatullah)


Sepintas dari cover nya, saya pikir ini buku yang membahas mengenai satu kalimat “Man Jadda Wajada” dari A sampai Z, membahas ayat – ayat Al-Qur’an dan Hadits yang menguatkan jargon ini, dan menghadirkan bahasan dari Ulama – Ulama terdahulu atas jargon “Man Jadda Wajada.”

Namun ternyata saya salah besar. Bagi pembaca yang menginginkan sebuah buku motivasi ber-“cita rasa” lain, inilah jawabannya. Dalam buku ini anda akan diajak menyelami “Man Jadda Wajada” dengan cara mengupas langsung dari nara sumber yang mengaplikasikan prinsip ini.

Sepuluh langkah sukses yang dituliskan dalam buku ini merupakan turunan dari “Man Jadda Wajada”, lengkap dengan penjelasan dan hasil riset serta interview langsung yang dilakukan oleh penulis terhadap nara sumber. Hal itu menjadikan buku ini lain dari pada yang lain, karena kita akan diajak belajar langsung dari pelaku prinsip “Man Jadda Wajada”.

Di akhir buku anda akan diberikan bonus berupa 50 kalimat mutiara dalam bahasa arab (mahfudhat) beserta artinya, yang Insya Allah akan berguna untuk memotivasi diri nantinya.

Penulis buku ini, Akbar Zainudin, adalah seorang kelahiran Banyumas, Jawa Tengah. Beliau adalah lulusan dari Pondok Modern Gontor, Ponorogo. Selepas nyantri, beliau meneruskan pendidikan di Universitas Islam Negeri (waktu itu masih IAIN) Syarif Hidayatullah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Saat ini, selain aktif sebagai penulis, beliau juga aktif mengelola perusahaan di bidang konsultasi manajemen, serta memberikan pelatihan di bidang manajemen, motivasi, kepemimpinan, dan pengembangan diri.

“Ada tiga hal yang mesti dicamkan untuk mencapai sukses. Pertama, jangan mikirin susah. Kedua, jangan punya utang. Ketiga, jangan bohong.”

Kalimat di atas adalah salah satu jalan sukses yang akan anda pelajari dari buku ini. Selamat membaca. Salam.

Rabu, 11 Januari 2012

1000 mangrove untuk Indonesia (part 2)



Hampir 500 pohon pun berhasil tertanam di tanah basah Muara Angke, hanya menyisakan kaki2 kami yang berlumpur. Rasa gatal perlahan menjalar di kaki kami, memaksa kami harus membasuh kaki, sampai – sampai ada yang harus ganti celana saking gatelnya.

Perjalanan pun kami lanjutkan menuju destinasi kedua kami, Pulau Rambut. Dengan menumpang kapal yang berukuran cukup besar, mulailah kami bergerak menyusuri muara sungai, sambil tengak tengok kanan kiri melihat burung2 tebang ke sana kemari. Dan,,terhamparlah pemandangan yang hanya berupa air bergulung – gulung di terpa angin seolah tak bertepi. Goyangan kapal saat di hempas ombak mulai kami rasakan, beberapa kali terasa kapal hampir karam saat di terpa ombak yang cukup besar. Pada awal kami memasuki lautan lepas, rasa senang dan riang masih setia menemani kami semua dalam satu kapal, canda dan tawa sering menggelegak tatkala tempias air ombak membasahi muka kami, gotong royong memindahkan barang2 ke bagian tengah kapal pun menjadi pelipur bagi kami. Namun, lama dan semakin lama, kondisi mulai berubah, satu per satu kawan mulai menepi, mempersiapkan diri kalau sewaktu – waktu perutnya mual dan ingin muntah. Dan benar saja, satu per satu kawan mulai muntah, apalagi yang tadi sebelum berlayar sempat makan terlebih dahulu. Suasana kapal pun mulai berubah, aku pun tak luput dari perubahan suasana itu, perut mulai mual, kepala mulai pusing. Berusaha ku tahan agar aku jangan sampai muntah, duduk pun ku pindah dari depan kapal hingga berpindah ke tengah. Namun tak jua mual itu berkurang.

Setelah hampir 3 jam di ombang – ambingkan ombak, sampailah kami ke tempat tujuan, Pulau Rambut. Perlahan tapi pasti, kami mulai yakin bahwa mual dan pusing akan terbayar lunas di tempat tujuan ini. Kami hirup udara kebebasan kami, bebas dari hiruk pikuk keramaian ibu kota, bebas dari polusi, bebas dari kepenatan beban pekerjaan, dan tentu saja bebas dari mual dan pusing. Kami dirikan shalat jama’ qashar taqdim berjamaah, dilanjutkan makan siang bersama. Kemudian kami diajak memasuki hutan Pulau Rambut. Hutan di pulau ini masih sangat alami, hewan dan tumbuhan di biarkan berkembang sesuai kehendak Yang Maha Kuasa, tidak ada campur tangan manusia. Petugas BKSDA hanya bertugas untuk melindungi isi pulau ini dari tangan jahil manusia. Pohon – pohon menjulang tinggi dengan gagahnya, kicauan burung bersahutan tanpa pernah putus. Langkah kami terhenti tepat di bawah menara pemantauan burung, kami naik ke atas untuk melepaskan rasa penasaran kami. Sampai di titik tertinggi menara itu, Subhanallah….kami melihat pemandangan yang sungguh menakjubkan..berbagai macam tingkah polah burung kami lihat dari tempat itu, ada yang sedang mengepakkan sayapnya di atas pepohonan, ada yang sedang bertengger, ada pula yang sedang mengerami telurnya.

Setelah menikmati isi hutan Pulau Rambut, mulailah kami menanam 500 pohon yang tersisa, kembali kami memasuki tanah basah di belakang pos BKSDA. Tanah basah di sini sedikit berbeda dari tanah basah di Muara Angke. Tanah basah di Muara Angke lebih banyak berupa lumpur tanah, dan di sisipi sampah yang berasal dari sungai di sebelahnya. Sedangkan tanah basah di Pulau Rambut di dominasi oleh lumpur pasir, sedikit berbau amis dan asin, tetapi tidak ada sampah. Setelah selesai menanam, tibalah saatnya waktu bebas kami. Kaki yang berlumpur kami cuci di pantai, sambil menikmati angin sore di dermaga, kami disuguhi pemandangan yang sungguh menakjubkan, kawanan burung laut yang sudah lelah mencari makan kembali ke sarangnya di pulau ini. Ratusan, bahkan ribuan burung berbaris membentuk barisan rapi, seolah itu adalah sebuah jarring yang di bentangkan puluhan kilometer untuk menangkap buruannya. Itulah barisan burung terpanjang yang pernah aku lihat. Dalam hati aku berbisik, Allahu Akbar!!!sungguh besar kuasa-Mu, kau ajarkan kepada burung itu untuk hidup berdampingan, serasi, dan seirama, walau tak kau berikan akal kepada kawanan burung itu. Engkau berikan akal dan pikiran kepada manusia, ciptaan terbaik-Mu,,namun mengapa kami tidak dapat menggunakannya untuk hidup berdampingan, serasi, dan seirama. Kenapa sampai saat ini masih banyak kerusakan yang kami buat, kenapa sampai saat ini masih banyak darah yang tertumpah dari tangan manusia.

Astaghfirullahal ‘adzim…..

Cuaca yang semakin gelap dan angin yang semakin kencang membuat kami harus segera beralih dari tempat ini, kami kemasi barang – barang kami, dan kami mulai meninggalkan pulau yang indah ini menuju tempat bermalam kami, Pulau Untung Jawa. Perjalanan dari Pulau Rambut sampai Pulau Untung Jawa hanya memerlukan waktu selama kurang lebih 15 menit. Pulau Untung Jawa merupakan salah satu daerah kelurahan yang masih berada di bawah pemerintah daerah DKI Jakarta. Di pulau ini, kami menginap di sebuah komplek penginapan yang terdiri dari 5 kamar tidur dan teras yang lumayan luas, tempat yang nyaman buatku. Hal pertama yang ingin, mandi, sudah lengket rasanya badan ini. Setelah mandi, shalat maghrib dan isya kami jama’ , kami pun bersantai sambil beramah tamah menunggu makan malam. Di sini, sangat terasa suasana kekeluargaan dalam komunitas ini, tidak ada rasa sungkan berlebih di antara kawan2, namun masih tetap kami saling menghormati dan saling menghargai satu sama lain. Rasanya sudah lama aku tidak merasakan suasana seperti ini. Suasana yang aku idamkan bisa aku peroleh di manapun aku berada. Makan malam pun tiba, ditemani sekawanan kucing yang mengintip malu – malu sambil berharap bisa merasakan ikan bakar malam itu, kami nikmati makan malam yang special ini, ikan bakar, cumi goring tepung, dengan sambal spesial…..

Selesai makan, kami lanjutkan acara santai. Kami susuri jalanan di pinggir pulau, sesekali kami menengok ke tepian pantai, mengintip kegiatan penduduk sekitar yang sedang asyik memancing. Angin malam yang semakin dingin serta cuaca yang terlihat semakin muram, membuat kami memutuskan untuk kembali ke penginapan. Acara kami lanjutkan dengan bercanda ria sambil membolak – balikkan kartu, ada yang bilang ini permainan namanya “spot jantung”. Ah, ada – ada aj namanya. Tak terasa waktu semakin jauh memasuki keheningan malam ketika kami habiskan dengan bercanda dan tertawa bersama. Waktunya kini untuk kembali merasakan makanan khas daerah ini, ikan bakar. Namun kali ini kami yang harus membakarnya sendiri. Kondisi tubuh yang lelah dan angin semilir membuat tubuhku tak kuat lagi menahan kantuk. Hanya menikmati dua ekor ikan bakar sambil mendengarkan musik yang ku putar dari telepon genggamku, aku pun beringsut menepi dan rebahan di teras penginapan. Malam itu rasanya aku bisa tidur sambil menyunggingkan senyum. Sayonara……….Selamat tidur kawan….

Minggu pagi, 8 Januari 2012,

Gerimis yang turun mendahului mentari pagi bangun dari tidurnya, pertanda bahwa pagi ini kami tidak dapat menikmati sunrise di pulau kecil ini. Tapi hal itu tak menyurutkan langkah kami untuk menikmati angin pagi pantai sambil berjalan – jalan atau bersepeda. Sambil menenteng tas kamera, aku berjalan menyusuri jalanan pinggir pantai Pulau Untung Jawa menuju dermaga timur. Di sana, aku bisa menikmati mentari pagi kalau memang benar ia menampakkan diri, pikirku dalam hati. Ternyata oh ternyata, mentari hanya menampakkan dirinya dengan tersipu di balik awan, di hiasi gerimis yang kembali turun. Ku ambil beberapa gambar ketika mentari terlihat sebagian, kemudian ku putuskan untuk kembali ke penginapan, berkemas siap – siap pulang.

Waktu di arloji kami sudah menunjukkan jam 9 kurang, saatnya pulang. Pasang pun mulai surut, membuat kami sedikit lega. Bersama – sama kami berjalan menuju dermaga timur, tempat kapal kami sudah menunggu. Tepat jam 9, kami mulai meninggalkan Pulau Untung Jawa, ke Jakarta kami kan kembali. Perjalanan pulang kami terasa lebih ceria, bagaikan satu batalyon tentara yang pulang dari medan perang dan sudah tidak sabar untuk bertemu keluarganya. Di atas kapal, untuk menghilangkan bosan dan menghabiskan waktu, ada saja ulah kawan – kawan. Main domino, tengok kanan tengok kiri, hingga merekam perjalanan dengan video dari telepon genggam kami lakukan. Perjalanan pulang kami lebih lancar dari pada saat berangkat kemarin, karena kali ini kami berlayar searah dengan angin, sehingga hempasan ombak tidak begitu terasa, walaupun air laut saat itu sedang pasang naik. Hanya sekitar satu jam yang kami butuhkan untuk sampai ke dermaga Suaka Margasatwa Muara Angke. Alhamdulillah, semua selamat sampai kembali ke daratan Jakarta. Sambil menunggu jemputan kami untuk kembali ke Jl. Gatot Subroto, kami habiskan waktu untuk berfoto bersama.Jam Setengah 11 tepat, angkutan telah membawa kami melaju meninggalkan Suaka Margasatwa. Setelah sebelumnya sudah berpamitan kepada semua kawan – kawan KORSAPALA, aku pun minta turun di depan mega mall pluit, berganti angkutan kota , yang akan langsung membawa ku pulang ke L25. Dengan menggunakan bus KOPAMI jalur 02, kemudian berganti mikrolet U10, jam 13.10 tepat aku bisa menghempaskan diri di atas kasur empuk di sudut L25. Alhamdulillah, 2 hari yang menyenangkan.

Jika aku ingat – ingat kembali, semua hanya berawal dari perbincangan ku dengan seorang kawan di atas kereta senja utama jogja, kemudian berlanjut dengan keinginan dalam hatiku untuk pergi ke kepulauan seribu, dan Allah mengizinkan kawanku tadi mengingatku ketika dia mempunyai acara penanaman 1000 mangrove di pulau rambut. Kemudian jadilah aku nebeng kegiatan kawan – kawan KORSAPALA tersebut, berkenalan dengan kawan – kawan baru, berbaur menjadi satu dengan mereka, bertukar cerita tentang segala hal, dan tentu saja, bersama – sama melestarikan mangrove di kawasan Jakarta. Terima kasih kepada semua pihak yang telah mengizinkanku ikut dalam kegiatan seperti ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala, mbak Tia, mas Habibi, mas Dhira, mbek ayu Fika, mas Zul, Reza, Arif, dan semua kawan – kawan KORSAPALA. Terima kasih juga kepada mas Ryan, dkk yang telah menyediakan tempat transit, evan yang telah mengantarkanku sampai ke daerah Tomang, menembus hujan dan angin..Terima kasih…dan terima kasih,,untuk semuanya…

Sampai jumpa di kesempatan berikutnya…

Salam Perjuangan..!!!!

Jakarta, 10 Januari 2012

Selasa, 10 Januari 2012

1000 mangrove untuk Indonesia (part 1)


Midweek pertama di tahun yang baru, entah kenapa justru rasanya begitu hambar bagiku. Hari – hari yang ku jalani, seolah tak pernah bergerak maju, waktu terasa begitu memasung ku dalam kehampaan, sunyi, suntuk, malas, berkecamuk dalam pikiranku. Tiba – tiba aku perhatianku teralihkan oleh getar HP yang ku letakkan di samping pembaringanku, sebuah sms masuk. Wah, sms dari seorang kawan, dengan penuh tanda tanya kubuka pesan dan mulai kubaca, ternyata isinya adalah promosi kegiatan yang akan dilaksanakan oleh organisasi kantor kawanku tadi. Kegiatan yang akan dilaksanakan adalah sebuah kegiatan di alam terbuka, selama 2 hari satu malam, yaitu kegiatan penanaman 1000 mangrove untuk Indonesia yang akan dilaksanakan tanggal 7-8 januari 2012. Dengan masih menyisakan tanda tanya dalam hatiku, ku pun mulai menimbang2 ajakan kawan tadi. Semalaman aku terus berpikir tentang kegiatan itu, sembari mengabarkan perihal adanya kegiatan itu kepada kawan2 lain yang mungkin tertarik.

Sebenarnya, kegiatan semacam itu cocok denganku, yang suka “blusukan” dan berbaur dengan alam, tapi pertimbanganku adalah aku tidak punya kenalan selain kawan yang mengirimi aku sms tadi. Dalam lamunanku, terbayang bagaimana jadinya nanti kalo aku ikut kegiatan tapi tidak ada satu pun orang yang ku kenal dalam kegiatan itu, sedangkan kawan yang aku kenal, pastinya akan sibuk mengurus jalannya kegiatan itu, karena aku tau kalo dia adalah salah satu orang penting dalam kegiatan itu. Seharian aku berpikir ikut atau tidaknya aku pada kegiatan tersebut, sampai2 hari itu aku tidak begitu konsen tentang pekerjaanku. Sore hari jelang senja, aku mengirim sms tanda keikut sertaanku dalam kegiatan penanaman 1000 mangrove. Oke, aku sudah memutuskan, maka persiapan harus kulakukan sebaik2nya, supaya pada hari-H nanti kegiatanku bisa menyenangkan dan bermanfaat.

Mulailah tahap persiapan ku…
Mulai ku tulis barang2 apa yang akan ku bawa selama perjalanan, mulai ku persiapkan semua peralatan yang akan ku ajak ikut serta. Kamera DSLR yang senantiasa menemani setiap perjalanan ku, mulai aku persiapkan, ku bersihkan terlebih dahulu, kemudian aku masukkan ke dalam tas kamera. Pakaian dan segala keperluan lain, ku masukkan terlebih dahulu dalam tas plastic sebelum ku susun rapi di tas punggung ku. Tak lupa ku bawa cadangan tas plastic untuk berjaga2 jika nanti dibutuhkan. Alat mandi dan sedikit obat2an pribadi tak lupa kumasukkan ke dalam tas. Oke !!!!persiapan selesai... Tinggal satu yang perlu ku bereskan, bagaimana aku bisa sampai ke tempat pemberangkatan sebelum jam setengah 7 pagi, sementara aku berangkat dari sunter L25, tempat pemberangkatan ada di jalan gatot subroto. Padahal aku tidak punya kendaraan pribadi,,,,akal pun aku putar untuk menemukan solusi secepatnya. Teringatlah aku akan seorang kawan lama yang konon katanya tinggal di dekat kawasan gatot subroto. Aku bujuklah ia lewat sms untuk bersedia menampung selama semalam dan mengantarkanku pada pagi harinya (wis di tampung jik ngenyang…hahahaha) menuju tempat pemberangkatan. Dengan iming2 bisa ketemu denganku (hahaha..sok ngartiiiissss…!!!!) , akhirnya dia bersedia untuk menampungku.
Jum’at sore, sesuai dengan schedule ku, meluncurlah aku menuju tempat penampungan sementara ku. Nebeng salah seorang kawan kantorku, menembus awan gelap yang mulai menggantung di langit Jakarta. Berangkatlah kami menuju daerah Tomang melewati rute Mangga Dua – Stasiun Beos – Jelambar – Grogol hingga sampailah saya di Tomang. Di jemput kawan lama di depan RS Harapan Kita, kemudian kami melaju ke rumah kos dia agak ke dalam gang.

Malam hariku di tempat kos kawan, di mulai dengan berkenalan dengan kawan2 kos lainnya, sholat, dan kemudian makan malam bersama dilanjutkan dengan ngobrol bareng di ruang tengah. Terasa sekali kehangatan di antara mereka, banyolan ngalor ngidul di selingi sentilan kepada sesame kawan kos, membuat suasana terasa sangat cair, hampir aku tidak merasa bahwa aku adalah tamu baru di tempat itu. Lelah ngrobrol bersama, dan kami mulai kehilangan topic obrolan, mulailah kami beringsut ke kamar masing2, di kamar, lagi2 aku di interogasi mengenai kegiatan ku selama ini dan kehidupan ku saat ini. Waktu pun tak terasa berlalu hampir 3 jam kami habiskan untuk ngobrol ngalor ngidul. Tibalah saatnya untuk m.mejamkan mata, mengumpulkan tenaga untuk esok pagi, dan menguak dalam mimpi indahnya kegiatan esok pagi.

Akhirnya, tibalah juga sabtu pagi yang ditunggu2. Pagi dibuka dengan suara gemericik air hujan yang terdengar dari dalam kamar. Perasaan was – was mulai menyelimuti, apa jadinya kalau pagi ini hujan lebat, jadi kah kegiatan yang telah lama dipersiapkan ini? Ah, aku pilih menghilangkan rasa was – was ku dengan memulai hariku..Ku ambil air wudlu, shalat shubuh, kemudian mulai mandi pagi. Alhamdulillah, sekeluar dari kamar mandi, suara air hujan sudah tak terdengar lagi. Berangkaaattttt……

Setelah sempat mampir makan pagi di warteg sebelah RS Harapan Kita, sampailah saya di tempat pemberangkatan di Jl. Gatot Subroto 31 tepat pukul 6.30. Dag dig dug rasa di dada, seperti apa kawan2 ku yang akan berkegiatan bersama dua hari ke depan, rasa minder dan sungkan berkecamuk dalam hati, bisa kah aku berbaur di tengah2 mereka? Di saat aku masih meraba – raba calon kawan2 baruku, mulai ku berkenalan satu per satu dengan mereka. Waktu mulai menunjukkan pukul 7.00, angkutan yang akan membawa kami pun sudah datang, kami pun berkumpul untuk briefing awal dan doa bersama. Setelah mengabsen untuk memastikan jumlah peserta, Bismillahirrahmaanirrohiim…..berangkatlah kami menuju tujuan pertama..Suaka Margasatwa Muara Angke…..Suara berderum angkutan membuka perjalanan kami di pagi yang belum juga cerah itu.

Melewati jalur taman anggrek – grogol – pluit, sampailah kami di depan Suaka Margasatwa Muara Angke setelah satu jam bercakap di dalam angkutan. Yang tidak kami sangka, ternyata Suaka Margasatwa yang kami kunjungi terletak persis di pinggir jalan, di dalam kawasan perumahan elit. Masuk ke dalam lokasi, kami di sambut dengan hangat oleh bapak – bapak petugas dari BKSDA (Badan Konservasi Sumber Daya Alam). Sebelum melaksanakan penanaman 1000 mangrove, terlebih dahulu kami diberikan pengertian mengenai segala sesuatu tentang hutan dan mangrove. Hutan adalah sebuah wilayah yang terdiri dari kombinasi vegetasi tumbuhan dan satwa atau pun hanya salah satu dari keduanya (bener po ra yo????kayane bener dech…please di koreksi kalo salah…hehehe). Sedangkan mangrove adalah sebuah kawasan hutan yang mampu bertahan pada kondisi perairan yang mengandung garam. Fungsi utama mangrove adalah untuk melindungi daratan ketika ada gelombang laut besar yang menuju daratan (tsunami), untuk menyerap kadar toksin di dalam air yang di bawa oleh limbah industri maupun rumah tangga, dan sebagai awal dari rantai makanan kehidupan di daerah muara sampai ke laut. Ketika ada gelombang dengan energi besar menuju daratan, tanaman mangrove yang mempunyai akar kuat akan mereduksi sebagian besar energi yang di bawa oleh gelombang tadi, sehingga akan melindungi manusia dan kehidupan yang ada di daratan.Setelah mendengarkan penjelasan singkat dari petugas BKSDA, kami di ajak keliling Suaka Margasatwa Muara Angke sebentar, menikmati kicauan burung2 laut dan menikmati hijaunya pemandangan. Kemudian barulah kami mulai masuk ke dalam tanah basah dan menanam 500 mangrove pertama. Lumpur kecoklatan yang kadang membuat kami kesulitan melangkah tidak menyurutkan semangat kami untuk terus menanam, satu demi satu kami tanam tumbuhan yang baru berdaun enam tersebut, canda dan tawa menyelingi kegiatan kami, apalagi ketika ada kawan yang terjerembab jatuh ke dalam lumpur, prihatin, tapi juga geli melihat kawan yang terjatuh. Subhanallah, di luar dugaanku, baru mulai berkegiatan dengan kawan2 yang baru, tapi aku sudah merasa berkawan dengan mereka cukup lama. Subhanallah……