Hampir 500 pohon pun berhasil tertanam di tanah basah Muara Angke, hanya menyisakan kaki2 kami yang berlumpur. Rasa gatal perlahan menjalar di kaki kami, memaksa kami harus membasuh kaki, sampai – sampai ada yang harus ganti celana saking gatelnya.
Perjalanan pun kami lanjutkan menuju destinasi kedua kami, Pulau Rambut. Dengan menumpang kapal yang berukuran cukup besar, mulailah kami bergerak menyusuri muara sungai, sambil tengak tengok kanan kiri melihat burung2 tebang ke sana kemari. Dan,,terhamparlah pemandangan yang hanya berupa air bergulung – gulung di terpa angin seolah tak bertepi. Goyangan kapal saat di hempas ombak mulai kami rasakan, beberapa kali terasa kapal hampir karam saat di terpa ombak yang cukup besar. Pada awal kami memasuki lautan lepas, rasa senang dan riang masih setia menemani kami semua dalam satu kapal, canda dan tawa sering menggelegak tatkala tempias air ombak membasahi muka kami, gotong royong memindahkan barang2 ke bagian tengah kapal pun menjadi pelipur bagi kami. Namun, lama dan semakin lama, kondisi mulai berubah, satu per satu kawan mulai menepi, mempersiapkan diri kalau sewaktu – waktu perutnya mual dan ingin muntah. Dan benar saja, satu per satu kawan mulai muntah, apalagi yang tadi sebelum berlayar sempat makan terlebih dahulu. Suasana kapal pun mulai berubah, aku pun tak luput dari perubahan suasana itu, perut mulai mual, kepala mulai pusing. Berusaha ku tahan agar aku jangan sampai muntah, duduk pun ku pindah dari depan kapal hingga berpindah ke tengah. Namun tak jua mual itu berkurang.
Setelah hampir 3 jam di ombang – ambingkan ombak, sampailah kami ke tempat tujuan, Pulau Rambut. Perlahan tapi pasti, kami mulai yakin bahwa mual dan pusing akan terbayar lunas di tempat tujuan ini. Kami hirup udara kebebasan kami, bebas dari hiruk pikuk keramaian ibu kota, bebas dari polusi, bebas dari kepenatan beban pekerjaan, dan tentu saja bebas dari mual dan pusing. Kami dirikan shalat jama’ qashar taqdim berjamaah, dilanjutkan makan siang bersama. Kemudian kami diajak memasuki hutan Pulau Rambut. Hutan di pulau ini masih sangat alami, hewan dan tumbuhan di biarkan berkembang sesuai kehendak Yang Maha Kuasa, tidak ada campur tangan manusia. Petugas BKSDA hanya bertugas untuk melindungi isi pulau ini dari tangan jahil manusia. Pohon – pohon menjulang tinggi dengan gagahnya, kicauan burung bersahutan tanpa pernah putus. Langkah kami terhenti tepat di bawah menara pemantauan burung, kami naik ke atas untuk melepaskan rasa penasaran kami. Sampai di titik tertinggi menara itu, Subhanallah….kami melihat pemandangan yang sungguh menakjubkan..berbagai macam tingkah polah burung kami lihat dari tempat itu, ada yang sedang mengepakkan sayapnya di atas pepohonan, ada yang sedang bertengger, ada pula yang sedang mengerami telurnya.
Setelah menikmati isi hutan Pulau Rambut, mulailah kami menanam 500 pohon yang tersisa, kembali kami memasuki tanah basah di belakang pos BKSDA. Tanah basah di sini sedikit berbeda dari tanah basah di Muara Angke. Tanah basah di Muara Angke lebih banyak berupa lumpur tanah, dan di sisipi sampah yang berasal dari sungai di sebelahnya. Sedangkan tanah basah di Pulau Rambut di dominasi oleh lumpur pasir, sedikit berbau amis dan asin, tetapi tidak ada sampah. Setelah selesai menanam, tibalah saatnya waktu bebas kami. Kaki yang berlumpur kami cuci di pantai, sambil menikmati angin sore di dermaga, kami disuguhi pemandangan yang sungguh menakjubkan, kawanan burung laut yang sudah lelah mencari makan kembali ke sarangnya di pulau ini. Ratusan, bahkan ribuan burung berbaris membentuk barisan rapi, seolah itu adalah sebuah jarring yang di bentangkan puluhan kilometer untuk menangkap buruannya. Itulah barisan burung terpanjang yang pernah aku lihat. Dalam hati aku berbisik, Allahu Akbar!!!sungguh besar kuasa-Mu, kau ajarkan kepada burung itu untuk hidup berdampingan, serasi, dan seirama, walau tak kau berikan akal kepada kawanan burung itu. Engkau berikan akal dan pikiran kepada manusia, ciptaan terbaik-Mu,,namun mengapa kami tidak dapat menggunakannya untuk hidup berdampingan, serasi, dan seirama. Kenapa sampai saat ini masih banyak kerusakan yang kami buat, kenapa sampai saat ini masih banyak darah yang tertumpah dari tangan manusia.
Astaghfirullahal ‘adzim…..
Cuaca yang semakin gelap dan angin yang semakin kencang membuat kami harus segera beralih dari tempat ini, kami kemasi barang – barang kami, dan kami mulai meninggalkan pulau yang indah ini menuju tempat bermalam kami, Pulau Untung Jawa. Perjalanan dari Pulau Rambut sampai Pulau Untung Jawa hanya memerlukan waktu selama kurang lebih 15 menit. Pulau Untung Jawa merupakan salah satu daerah kelurahan yang masih berada di bawah pemerintah daerah DKI Jakarta. Di pulau ini, kami menginap di sebuah komplek penginapan yang terdiri dari 5 kamar tidur dan teras yang lumayan luas, tempat yang nyaman buatku. Hal pertama yang ingin, mandi, sudah lengket rasanya badan ini. Setelah mandi, shalat maghrib dan isya kami jama’ , kami pun bersantai sambil beramah tamah menunggu makan malam. Di sini, sangat terasa suasana kekeluargaan dalam komunitas ini, tidak ada rasa sungkan berlebih di antara kawan2, namun masih tetap kami saling menghormati dan saling menghargai satu sama lain. Rasanya sudah lama aku tidak merasakan suasana seperti ini. Suasana yang aku idamkan bisa aku peroleh di manapun aku berada. Makan malam pun tiba, ditemani sekawanan kucing yang mengintip malu – malu sambil berharap bisa merasakan ikan bakar malam itu, kami nikmati makan malam yang special ini, ikan bakar, cumi goring tepung, dengan sambal spesial…..
Selesai makan, kami lanjutkan acara santai. Kami susuri jalanan di pinggir pulau, sesekali kami menengok ke tepian pantai, mengintip kegiatan penduduk sekitar yang sedang asyik memancing. Angin malam yang semakin dingin serta cuaca yang terlihat semakin muram, membuat kami memutuskan untuk kembali ke penginapan. Acara kami lanjutkan dengan bercanda ria sambil membolak – balikkan kartu, ada yang bilang ini permainan namanya “spot jantung”. Ah, ada – ada aj namanya. Tak terasa waktu semakin jauh memasuki keheningan malam ketika kami habiskan dengan bercanda dan tertawa bersama. Waktunya kini untuk kembali merasakan makanan khas daerah ini, ikan bakar. Namun kali ini kami yang harus membakarnya sendiri. Kondisi tubuh yang lelah dan angin semilir membuat tubuhku tak kuat lagi menahan kantuk. Hanya menikmati dua ekor ikan bakar sambil mendengarkan musik yang ku putar dari telepon genggamku, aku pun beringsut menepi dan rebahan di teras penginapan. Malam itu rasanya aku bisa tidur sambil menyunggingkan senyum. Sayonara……….Selamat tidur kawan….
Minggu pagi, 8 Januari 2012,
Gerimis yang turun mendahului mentari pagi bangun dari tidurnya, pertanda bahwa pagi ini kami tidak dapat menikmati sunrise di pulau kecil ini. Tapi hal itu tak menyurutkan langkah kami untuk menikmati angin pagi pantai sambil berjalan – jalan atau bersepeda. Sambil menenteng tas kamera, aku berjalan menyusuri jalanan pinggir pantai Pulau Untung Jawa menuju dermaga timur. Di sana, aku bisa menikmati mentari pagi kalau memang benar ia menampakkan diri, pikirku dalam hati. Ternyata oh ternyata, mentari hanya menampakkan dirinya dengan tersipu di balik awan, di hiasi gerimis yang kembali turun. Ku ambil beberapa gambar ketika mentari terlihat sebagian, kemudian ku putuskan untuk kembali ke penginapan, berkemas siap – siap pulang.
Waktu di arloji kami sudah menunjukkan jam 9 kurang, saatnya pulang. Pasang pun mulai surut, membuat kami sedikit lega. Bersama – sama kami berjalan menuju dermaga timur, tempat kapal kami sudah menunggu. Tepat jam 9, kami mulai meninggalkan Pulau Untung Jawa, ke Jakarta kami kan kembali. Perjalanan pulang kami terasa lebih ceria, bagaikan satu batalyon tentara yang pulang dari medan perang dan sudah tidak sabar untuk bertemu keluarganya. Di atas kapal, untuk menghilangkan bosan dan menghabiskan waktu, ada saja ulah kawan – kawan. Main domino, tengok kanan tengok kiri, hingga merekam perjalanan dengan video dari telepon genggam kami lakukan. Perjalanan pulang kami lebih lancar dari pada saat berangkat kemarin, karena kali ini kami berlayar searah dengan angin, sehingga hempasan ombak tidak begitu terasa, walaupun air laut saat itu sedang pasang naik. Hanya sekitar satu jam yang kami butuhkan untuk sampai ke dermaga Suaka Margasatwa Muara Angke. Alhamdulillah, semua selamat sampai kembali ke daratan Jakarta. Sambil menunggu jemputan kami untuk kembali ke Jl. Gatot Subroto, kami habiskan waktu untuk berfoto bersama.Jam Setengah 11 tepat, angkutan telah membawa kami melaju meninggalkan Suaka Margasatwa. Setelah sebelumnya sudah berpamitan kepada semua kawan – kawan KORSAPALA, aku pun minta turun di depan mega mall pluit, berganti angkutan kota , yang akan langsung membawa ku pulang ke L25. Dengan menggunakan bus KOPAMI jalur 02, kemudian berganti mikrolet U10, jam 13.10 tepat aku bisa menghempaskan diri di atas kasur empuk di sudut L25. Alhamdulillah, 2 hari yang menyenangkan.
Jika aku ingat – ingat kembali, semua hanya berawal dari perbincangan ku dengan seorang kawan di atas kereta senja utama jogja, kemudian berlanjut dengan keinginan dalam hatiku untuk pergi ke kepulauan seribu, dan Allah mengizinkan kawanku tadi mengingatku ketika dia mempunyai acara penanaman 1000 mangrove di pulau rambut. Kemudian jadilah aku nebeng kegiatan kawan – kawan KORSAPALA tersebut, berkenalan dengan kawan – kawan baru, berbaur menjadi satu dengan mereka, bertukar cerita tentang segala hal, dan tentu saja, bersama – sama melestarikan mangrove di kawasan Jakarta. Terima kasih kepada semua pihak yang telah mengizinkanku ikut dalam kegiatan seperti ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala, mbak Tia, mas Habibi, mas Dhira, mbek ayu Fika, mas Zul, Reza, Arif, dan semua kawan – kawan KORSAPALA. Terima kasih juga kepada mas Ryan, dkk yang telah menyediakan tempat transit, evan yang telah mengantarkanku sampai ke daerah Tomang, menembus hujan dan angin..Terima kasih…dan terima kasih,,untuk semuanya…
Sampai jumpa di kesempatan berikutnya…
Salam Perjuangan..!!!!
Jakarta, 10 Januari 2012
ralat dikit,,sepertinya bukan Perhutani,,tapi BKSDA..
BalasHapuswkwkwkwk...namaku masuk blog.... keep posting gan...
BalasHapussiap pak...sudah di rubah....
BalasHapusmakasih koreksinya..
hehehe..